Sabtu, 11 Juni 2011

Gunung Tangkuban Perahu



Gunung Tangkuban Parahu merupakan salah satu gunung terbesar di dataran Parahyangan. Gunung Tangkuban Perahu terletak di perbatasan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Subang, Jawa Barat. Bagian selatan kawasan ini merupakan wilayah kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, sementara bagian utaranya termasuk wilayah Kecamatan Segalaberang, Kabupaten Subang, yaitu sekitar 29 km sebelah utara kota Bandung, atau ± 60 km dari kota Subang. Dengan rimbun pohon pinus dan hamparan kebun teh di sekitarnya, gunung Tangkuban Parahu mempunyai ketinggian setinggi 2.084 meter.
Bentuk gunung ini adalah Stratovulcano dengan pusat erupsi yang berpindah dari timur ke barat. Jenis batuan yang dikeluarkan melalui letusan kebanyakan adalah lava dan sulfur, mineral yang dikeluarkan adalah sulfur belerang, mineral yang dikeluarkan saat gunung tidak aktif adalah uap belerang.
Daerah Gunung Tangkuban Perahu dikelola oleh Perum Perhutanan. Suhu rata-rata hariannya adalah 17oC pada siang hari dan 2 oC pada malam hari.Gunung Tangkuban Parahu mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung. Gunung Tangkuban Perahu merupakan salah satu gunung berapi yang masih aktif di pulau jawa.
Menurut catatan sejarah, orang kulit putih yang pertama kali mendaki gunung tersebut adalah Abraham Van Riebeek pada tahun 1713. Namun tragis baginya karena dalam perjalanan yang sangat melelahkannya dari puncak gunung ini, dia meninggal dunia pada tanggal 13 November 1713. Abraham V.R. dikenal pula sebagai orang yang pertama kali membawa benih tanaman kopi ke pulau Jawa. Selain Abraham, seorang ilmuwan dan pencinta alam asal Jerman, yakni Dr. Franz Wilhem Junghun yang berjasa membudidayakan tanaman kina di tanah Priangan, memilih tempat tinggalnya di lereng gunung ini menjelang ajalnya pada tahun 1864, dia memohon kepada dokter yang merawatnya agar diizinkan memandang panorama indah gunung Tangkuban Perahu lewat jendela kamarnya.
Jalan menuju puncak gunung Tangkuban Perahu baru mulai dibangun pada tahun 1906, atas prakarsa “Bandoeng Voorit”, setelah organisasi yang dibangun oleh orang-orang Belanda yang bertujuan membantu dan mendampingi pemerintah membangun Bandung, termasuk sektor kepariwisataannya.
Di kawasan taman wisata ini terdapat 10 kawah, antara lain: kawah Ratu, kawah Upas, Kawah Batu, Kawah Domas, dan Kawah Jurig. Kawah-kawah ini terjadi karena letusan gunung Tangkuban Perahu pada tahun 1829, 1846, 1887, 1910, 1926, dan 1929. pada tahun 1829-1969, gunung Tangkuban Perahu yang bersifat strato ini telah meletus sebanyak 18 kali. Letusan keseluruhan, keadaan lapangan tanaman wisata ini menurun ke arah Barat ke arah Timur, sedangkan bagian yang datar berada di bagian atas sekitar kawah Ratu dan kawah Upas yang merupakan pusat konsentrasi pengunjung.
Kawasan ini mempunyai beberapa daerah ketinggian. Kompleks kawah Ratu dan Kawah Upas terletak pada ketinggian ± 1830 m diatas permukaan laut. Sedangkan kawah Domas berada pada ketinggian ± 1650 m di sebelah Utara yaitu sekitar 2084 m diatas permukaan laut.
Objek wisata ini terdiri atas beberapa kelompok pertama, kawah berapi yang berada di kompleks kawah Ratu, kompleks kawah Upas dan kompleks kawah Domas.
Kawah Ratu merupakan kawah terbesar di lokasi ini, dikuti dengan Kawah Upas yang terletak bersebelahan dengan kawah ratu dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki kurang lebih 25 menit menempuh jarak sekitar +/- 1500 meter dari pos pengamat, mengitari tepi Kawah Ratu, berlawanan arah jarum jam. Kawah Upas memiliki dasar kawah yang dangkal dan datar, dengan pepohonan liar tampak banyak tumbuh di salah satu sisi dasar kawah. Mungkin dikarenakan dangkal dan tidak terlalu luas, disamping juga harus ditempuh dengan jalan kaki terlebih dahulu, (berbeda dengan Kawah Ratu dimana mobil pribadi bisa parkir tepat di bibir kawah), Kawah upas jarang dikunjungi wisatawan. Pemandangan yang disajikan pada Kawah Upas ini cenderung “biasa-biasa” saja, namun dimungkinkan untuk menikmati pemandangan Kawah Ratu dari sisi yang berbeda, mengingat bibir Kawah Ratu dan Kawah Upas menyatu dalam bentuk satu jalur pendakian, dengan Kawah Ratu pada sisi kiri dan Kawah Upas pada sisi kanan.
Objek wisata kedua yaitu mata air panas yang memancar ke atas (gelser) yang terletak dalam kawah Domas. Lapisan-lapisan kulit bumi para dinding-dinding kawah memiliki daya tarik tersendiri dan merupakan obyek geologi.


Objek wisata ketiga yaiu panorama alam yang indah dan mudah dilihat dari beberapa daerah ketinggian di sekitar kawah seperti laut jawa di sebelah Utara, lembah-lembah dan perbukitan serta pemandangan kota-kota terdekat seperti Bandung, Cimahi dan Subang.
Kegiatan yang dilakukan di kawasan wisata ini antara lain berkemah, mendaki gunung, rekreasi alam, fotografi dan lintas alam.
Di sekitar kawasan taman wisata ini terdapat obyek wisata lainnya seperti pemanduan air panas Ciater yang terletak di kecamatan Sagalaherang, kabupaten Subang, air terjun Maribaya, yang terletak sekitar 15 km dari Tangkuban Perahu/sekitar 5 km di kota Lembong, Curug Cimahi yang terletak di desa Cisarua.
B. Manarasa
Manarasa adalah pohon yang banyak terlihat di sekitar kawah. Daun tanaman ini akan berwarna kemerah-merahan jika daun sudah tua. Daun yang sudah berwarna merah dapat dimakan dengan rasa mirip seperti daun jambu dengan sedikit rasa asam. Daun ini dapat mengobati diare dan dipercaya akan membuat awet muda. Daun ini dipercaya oleh masyarakat sekitar selalu dimakan oleh Dayang Sumbi yang awet muda dalam legenda terjadinya Gunung Tangkuban Perahu.
C. Fasilitas dan Tarif Masuk
Fasilitas yang terdapat di objek wisata Gunung Tangkuban Parahu diantaranya yaitu Toko Cinderamata, cafétaria dan pusat informasi (TIC), warung-warung souvenir, homestay, camping ground, area outbound, area parkir, area berkuda. Untuk memasuki kawasan Tangkuban Perahu, Anda harus membayar tiket Rp 13.000,- per orang ditambah tiket untuk kendaraan.
D. Aksesibilitas
Untuk menuju ke obyek wisata ini, pengunjung dapat menggunakan kendaraan pribadi baik roda 2 maupun roda 4 atau angkutan umum. Adapun waktu tempuh ke obyek wisata Sari Ater, yaitu dari kota Subang dengan waktu tempuh sekitar 40 menit ke arah selatan sedangkan dari Bandung sekitar 50 menit dan dari Jakarta via tol Sadang dengan waktu tempuh sekitar 3 jam sedangkan dari obyek wisata air panas Ciater dengan waktu tempuh 15 menit.
Kondisi jalan menuju kawasan ini, baik dari Subang maupun Bandung sangat baik. Namun yang perlu diperhatikan mengenai kondisi kendaraan, karena menuju lokasi baik dari Subang maupun Bandung akan melalui tanjakan yang cukup berat.
E. Legenda Tangkuban Perahu
Inti cerita legenda Tangkuban Perahu adalah seorang pemuda yang bernama Sangkuriang ingin menikahi seorang wanita bernama Dayang Sumbi yang cantik. Mereka saling jatuh cinta. Tetapi, setelah menemukan bekas luka di kepala Sangkuriang, Dayang Sumbi mengetahui ternyata Sangkuriang adalah anaknya. Sangkuriang dahulu pergi karena merasa kesal dengan kemarahan ibunya. Dayang Sumbi marah karena Sangkuriang membunuh anjing kesayangan mereka ketika gagal berburu rusa untuk ibunya.
Mengetahui Sangkuriang adalah anaknya, Dayang Sumbi tidak mau menikah dengan Sangkuriang. Maka, untuk menolak lamaran Sangkuriang, Dayang Sumbi minta dibuatkan sebuah perahu besarta danaunya dalam waktu 1 malam. Sangkuriang yang sakti meminta bantuan dari jin untuk memenuhi keinginan Dayang Sumbi.
Melihat Sangkuriang hampir menyelesaikan pekerjaannya, Dayang Sumbi berniat menggagalkannya. Berkat doanya, ayam-ayam berkokok. Jin-jin yang membantu Sangkuriang berlarian ketakutan karena mengira hari sudah pagi. Akibatnya pekerjaan membuat perahu dan danau tidak selesai. Sangkuriang yang marah besar karena gagal menyelesaikan pekerjaanya menendang perahu buatannya. Perahu ini kemudian jatuh tertelungkup dan terjadilah Gunung Tangkuban Perahu. Jika dilihat dari kota Bandung, gunung ini menyerupai perahu yang terbalik.
Keberadaan gunung ini serta bentuk topografi Bandung yang berupa cekungan dengan bukit dan gunung di setiap sisinya menguatkan teori keberadaan sebuah telaga (kawah) besar yang kini merupakan kawasan Bandung. Diyakini oleh para ahli geologi bahwa kawasan dataran tinggi Bandung dengan ketinggian kurang lebih 709 m diatas permukaan laut merupakan sisa dari letusan gunung api purba yang dikenal sebagai Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Parahu merupakan sisa Gunung Sunda purba yang masih aktif. Fenomena seperti ini dapat dilihat pada Gunung Krakatau di Selat Sunda dan kawasan Ngorongoro di Tanzania, Afrika. Sehingga legenda Sangkuriang yang merupakan cerita masyarakat kawasan itu diyakini merupakan se buah dokumentasi masyarakat kawasan Gunung sunda purba terhadap peristiwa.

Koleksi Jaket


Jaket Pria

Kode produk cbr six 155

Ukuran all size

Harga Rp 175.000







Jaket Wanita

Kode produk cbr six 150

Ukuran all size

Harga Rp.125.000

Cibaduyut Sentra Sepatu di Kota Bandung Indonesia

Mendengar kata Cibaduyut buat semua orang sudah tidak asing lagi, adalah sebuah daerah di Kota Bandung yang terkenal sebagai sentra pengrajin sepatu, sudah menjadi icon persepatuan di Indonesia.
Pusat perbelanjaan sepatu cibaduyut adalah pasar penjualan sepatu terpanjang di dunia, dimana di lokasi tersebut merupakan sentra penjualan sepatu hasil kreasi para pengrajin yang ilmu pembuatannya didapat secara turun menurun, pada tahun 1989 pemerintah R.I meresmikan cibaduyut ini sebagai daerah tujuan wisata.
Jika Anda berkunjung ke kota Bandung, tidak ada salahnya Anda mampir ke daerah Cibaduyut ini, banyak sekali toko toko sepatu yang menawarkan sepatu sepatu unik, yang semuanya adalah produksi dari masyarakat setempat.
Saya pernah beberapa bulan yang lalu berkunjung ke Cibaduyut ini, keluar masuk ke toko toko sepatu yang ada, wah menarik sekali, para pedagang sepatu disana ramah ramah dan sopan, dengan logat bahasa sunda yang sangat terasa enak di telinga. Akhirnya saya belanja beberapa pasang sepatu dan sendal Cibaduyut, sepatu JK yang saat ini sering saya pakai, enak juga di pakai, kuat dan yang terpenting lagi saya cinta buatan sepatu Cibaduyut.
Dari toko sepatu JK di Cibaduyut akhirnya terus menyururi jalan Cibaduyut, masuk dari toko yang satu ke toko yang lainnya, akhirnya dapat juga sendal yang di cari, sendal anak anak….wah banyak sekali model modelnya, bagus bagus semua…ngak kalah dengan buatan luar.

Markus dan Mafia Peradilan

Oleh : Drs. M. Sofyan Lubis, SH.


Makelar Kasus (markus) di sini lebih dimaksudkan, siapa saja yang mencoba dan berupaya mempengaruhi Penegak Hukum yang sedang menangani suatu kasus, sehingga proses hukum menguntungkan orang-orang tertentu dengan memberi suap berupa imbalan tertentu, sehingga perbuatannya sangat merugikan mereka pencari keadilan yang seharusnya menerima keadilan itu, atau mengorbankan orang yang tidak bersalah sebagai tumbal hukum. Oleh karenanya markus ini menjadi lapangan pekerjaan yang sangat menjanjikan rejekinya.

Markus pada prinsipnya biasa dilakukan oleh orang yang bukan penegak hukum, yang mendaku mempunyai hubungan baik dan memiliki akses dengan Pejabat yang sedang menangani kasus tertentu dengan janji-jani, sbb : 1) Dapat mengeluarkan tersangka dari tahanan ; 2) Dapat meredam perkaranya tidak sampai ke Pengadilan ; 3) Dapat mengkondisi dari pasal yang dijerat yang seharusnya berat dibuat ke pasal ringan yang disangkakan kepada tersangka ; 4) Mensplit perkara kemudian dibebaskan dari pintu belakang ; 5) Meringankan tuntutan (requisitoir) ; 6) Meringankan putusan ; 7) Kalau terlanjur ditahan dan harus ke Pengadilan, maka mengkondisi BAP dan saksi agar tidak terbukti, dan dapat dituntut bebas ; 8) Mengupayakankan fasilitas khusus di RUTAN ; Dll.

Pada umumnya “markus” juga bisa dilakukan oleh Penegak Hukum itu sendiri, baik secara langsung atau tidak langsung dengan cara menggunakan orang lain sebagai perantara yang diciptakannya sendiri. Sedang Mafia Peradilan di sini lebih dimaksudkan pada hukum dalam praktik, dimana system dan budaya penegakan hukum yang dijalankan oleh para Penegak Hukum, memberikan peluang untuk diselewengkan, dimana secara implisit “hukum dan keadilan” telah berubah menjadi suatu komoditas yang dapat diperdagangkan, tergantung siapa yang memesannya. Hukum dan keadilan dapat dibeli oleh mereka orang-orang berduit, sehingga ia menjadi barang mahal di negeri ini.

Adapun antara Makelar kasus (markus) dengan Mafia Peradilan adalah dua hal yang saling bersinergi atau saling membutuhkan, bahkan dalam praktiknya kadang tidak bisa dipisahkan. Mafia Peradilan spektrumnya jauh lebih luas dari Makelar Kasus. Di negeri ini Law Enforcement diibaratkan bagai menegakkan benang basah kata lain, dari kata “sulit dan susah untuk diharapkan”. Salah satu indikator yang mempersulit penegakan hukum di Indonesia adalah maraknya “budaya korupsi” yang terjadi hampir disemua birokrasi dan stratifikasi sosial, sehingga telah menjadikan upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, baik markus maupun mafia peradilan hanya sebatas retorika yang berisikan sloganitas dari pidato-pidato kosong belaka. Bahkan secara faktual tidak dapat dipungkiri semakin banyak undang-undang yang lahir maka hal itu berbanding lurus semakin banyak pula komoditas yang dapat diperdagangkan. Ironisnya tidak sedikit pula bagian dari masyarakat kita sendiri yang terpaksa harus membelinya. Di sini semakin tanpak bahwa keadilan dan kepastian hukum tidak bisa diberikan begitu saja secara gratis kepada seseorang jika disaat yang sama ada pihak lain yang menawarnya. Kenyataan ini memperjelas kepada kita hukum di negeri ini “tidak akan pernah” memihak kepada mereka yang lemah dan miskin. “ Sekali lagi tidak akan pernah… ! ”

Sindiran yang sifatnya sarkatisme mengatakan, “berikan aku hakim yang baik, jaksa yang baik, polisi yang baik dengan undang-undang yang kurang baik sekalipun, hasil yang akan aku capai pasti akan lebih baik dari hukum yang terbaik yang pernah ada dinegeri ini”. Tapi agaknya para Penegak Hukum, Politisi, Pejabat dan Tokoh-Tokoh tertentu dalam masyarakat kita tidak akan punya waktu dan ruang hati untuk dapat mengubris segala bentuk sindiran yang mempersoalkan eksistensi pekerjaan dan tanggungjawab mereka kepada publik. Lebih baik tebal muka dan tidak punya rasa malu, dari pada menggubris sindiran publik yang bakal mengurangi rejeki mereka.

Buruknya kinerja para Penegak Hukum dan buruknya system pengawasan yang ada dalam proses penegakan hukum, telah melahirkan stigmatisasi mafia hukum dan mafia peradilan termasuk makelar kasus (markus) di Indonesia. Kenyataan ini bila kita telusuri keberadaannya ternyata mengakar pada kebudayaan mentalitas kita sebagai suatu bangsa. Sehingga apa yang disebut dengan “markus” dan “mafia peradilan” eksistensinya cenderung abadi karena ia telah menjadi virus mentalitas yang membudaya dalam proses penegakan hukum di negeri ini.

Oleh karenanya berbicara tentang Law Enforcement di Indonesia tidaklah bisa dengan hanya memecat para Hakim, memecat para Jaksa dan memecat para Polisi yang korup, akan tetapi perbaikan tersebut haruslah dimulai dengan pembangunan pendidikan dengan pendekatan pembangunan kebudayaan mentalitas kita sebagai suatu bangsa dan menjadikan moral force yang berlandaskan pada Iman dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai basic guna terbangunnya budaya sikap dan prilaku para Penegak hukum di Indonesia. Tanpa itu, semuanya menjadi utopia belaka ! ( Desember 2009 )